
Tuak adalah minuman khas suku Dayak di Kalimantan Barat, merupakan hasil fermentasi dari nira atau beras ketan. Dengan kata lain, tuak terbuat dari ketan yang dicampur ragi dan dibiarkan beberapa lama (tapai ketan). Meskipun tuak bewarna putih susu atau seperti air cucian beras yang lebih sering dijumpai, tetapi sesungguhnya ada tuak berwarna coklat. Tuak bewarna coklat ini dibuat dari beras ketan yang disangrai atau bisa juga dibuat dari ketan hitam. Salah satu peralatan penting dalam proses pembuatan tuak adalah alat penyaring tuak (apiet). Penyaring ketan berbentuk batang, terbuat dari kayu yang dilubangi ujungnya. Apiet dilengkapi alat penekan dari papan yang berfungsi menghimpit tapai hingga air keluar dari tapai tersebut. Tuak tidak dibuat setiap hari, pembuatannya dikhususnya untuk upacara atau pesta adat, misalnya saat pesta perkawinan, panen padi, penyambutan tamu dsb. Pada dasarnya tradisi minum tuak ini melambangkan semangat kebersamaan, kekeluargaan dan persahabatan. Dalam kesempatan tertentu (saat pesta), tuak dihidangkan di dalam tajau (sejenis gentong kecil). Pada tajau tersebut disediakan beberapa alat untuk menghisap (bisa terbuat dari bambu), sehingga beberapa orang dapat menghisap/meminum tuak yang ada di dalamnya secara bersama-sama. Minum tuak dalam jumlah yang besar akan memabukkan. Namun, bagi masyarakat Dayak tuak juga berfungsi sebagai pencegah penyakit, karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh.